PENTINGNYA PERTAHANAN NASIONAL MENGHADAPI AFCTA
KATA PENGANTAR
Seringkali dalam memberikan pendapat ataupun masukan dari sebuah permasalahan, kita tidak lepas dari kepentingan, baik kepentingan diri sendiri ataupun kepentingan kolega yang sedang menghadapi permasalah. Setiap pendapat yang disampaikan tentu saja memiliki konsekuesi, baik konsekuensi moral ataupun konsekuesi sosial.
Kalangan Akademisi seharusnya terlepas dari kepentingan, apalagi kepentingan politik. Sebagai akademisi, seorang Individu yang menyandang predikat akademisi haruslah menjaga kredibilitasnya sebagai seorang akademisi. Setiap pendapat yang disampaikan haruslah didasari teori yang kuat, dan dapat dipertanggung jawabkan.Dengan alasan apapun tidaklah pantas jika kalangan akademisi ikut tercemar oleh polusi politik atau politisasi dari kondisi yang ada.
Maraknya lembaga survey yang mengatasnamakan lingkungan akademisi, untuk membentuk opini masyarakat tentang kepemimpinan bangsa ini, apalagi memasukan politik keranah akademisi, tentu saja memberikan dampak yang tidak baik bagi kondisi keilmuan itu sendiri.
Sikap para Survey berbayar yang berusaha membentuk opini publik, tentu saja akan mendapatkan perlawanan dari para akademisi yang memiliki padangan politik dan kepentingan yang berbeda. Akhirnya akademisi dari kedua kelompok ini akan saling bekerja sama untuk merusak tatanan akademisi itu sendiri.
Hanya pemberitahuan saja, kalau ini merupakan tulisan yang cukup panjang, jadi mohon kesediaan waktu anda untuk membaca tulisan ini sampai tuntas, karena kalau hanya dibaca sekilas, esensi yang disampaikan tidak akan anda dapatkan secara utuh.
PENDAHULUAN
Dalam perjalanan menuju rapat di Universitas Salemba di Universitas Indonesia (UI) salemba, berkat sebuah korek api raksasa buatan China, saya diingatkan lagi tentang tantangan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) yang sudah hadir di depan mata. Korek api buatan China ini mempunyai dimensi panjang 20 cm dengan lebar 5 cm dan tebal 3 cm. Harganya juga sangat identik dengan produk buatan China yang terkenal murah, pada kisaran Rp. 5000,- – Rp. 10.000,-. Adapun korek api gas normal dengan ukuran jauh lebih kecil dijual dengan harga Rp 2.000,- ini mencerminkan betapa murahnya produk impor dari China .
Akhir-akhir ini, Pelindo II telah melaporkan peningkatan secara signifikan jumlah kapal pengangkut komoditas asal china di Tanjung Priol. Pada 2009, arus barang dari China menempati urutan ketujuh setelah Australia, Afrika, Amerika, Jepang, Eropa dan timur Tengah. Namun dengan adanya ACFTA, diprediksi terjadi lonjakan jumlah produk impor dari China ke Indonesia. Sungguh ironis, Tatkala ancaman ekonomi nasional sudah didepan mata, energi dan perhatian nasional masih terfokus pada persoalan yang justru bisa menghambat peningkatan daya saing nasional.
PEMBAHASAN
Sejumlah kasus seperti komisi pemberantasan korupsi (KPK) vs Polri dan dan talangan Bank Century mengalihkan perhatian nasional terhadap berbagai masalah lain. Mudah-mudahan ACFTA membangunkan kita untuk segera menyusun dan melakuan langkah percepatan dan terobosan termasuk sinergi secara nasional (pusat-daerah) dan lintas kementerian, demi memecah kebekuan pembangunan nasional.
Harus diakui, persoalan Bank Century sangat melelahkan bagi semua kalangan. Isu ini dikhawatirkan bisa menutupi persoalan yang lebih besar dan lebih sistemik dibandingkan dengan kasus bank Century itu sendiri. Sistemik karena ketidak siapan liberalisasi perdagangan ACFTA akan berdampak luas dan riil di masyarakat. Sejumlah persoalan bisa muncul akibat tidak (layak) bersaingnya produk-produk dalam negeri seperti penutupan perusahaan, pengangguran, kemiskinan. Sejumlah pedagang batik di Pasar klewer solo, juga menjual baju batik made in China dengan harga sangat kompetitif. Ironisnya, kondisi ini sesuai dengan kebutuhan konsumen Indonesia yang lebih price sensitive. Penetrasi Batik Made in China dan berbagi produk impor China lainnya dikhawatirkan dapat memukul banyak industri lokal maupun nasional.
Penyelesaian kasus Bank Century di tingkat Panita Khusus (Pansus) Hak Angket perlu segera dilakukan. Stabilitas politik akan mampu mengembalikan tingkat kepercayaan investor yang sangat positif ketika bangsa ini mampu melalui pemilu 2009 dengan aman. Langkah ini semakin mendesak mengingat negara-negara lain berlomba-lomba untuk meningkatkan daya saing. Mereka melakukan serangkaian terobosan seperti percepatan pembangunan infrastuktur, penyederhanaan prosedur investasi dan penanaman modal, tingkat suku bunga yang rendah, dan kepastian hukum yang tinggi.
Penetapan rekomendasi yang jelas mengenai Bank Century oleh Pansus akan mempengaruhi posisi daya saing Indonesia yang sekarang ini juga tidak terlalu mengembirakan. Menurut survei Bank Dunia, posisi daya saing Indonesia (Competitiveness index) berada di urutan ke 122 dari 186 negara yang diteliti. Sejumlah kendala yang bisa menciptakan high cost ekonomi masih menghantui perekonomian Indonesia seperti ketidakpastian prosedur, infrastruktur kurang memadai, pelayanan publik yang renda dan perizinan usaha yang birokratis.
Memang upaya debottlenecking terus digalakan oleh pemerintah, namun hal ini perlu mendapat dukungan parlemen baik ditingkat pusat maupun daerah. Sinergi eksekutif legislatif sangat diharapkan oleh masyarakat untuk mengejar ketertinggalan dibanding negara lain.
Berlarut-larutnya kasus Bank Century tentu akan berdampak bagi siapa pun yang menjadi pengambil kebijakan publik (policy maker) sekarang ini. Apalagi mendesaknya waktu akan menuntut setiap pengambil kebijakan baik di pusat maupun didaerah untuk melakukan terobosan (breakthrough). Daya saing nasional hanya bisa diciptakan apabila para birokrat dan aparatus pemerintahan merasa yakin dan terlindungi dari intervensi politik. Sementara itu. Koridor governance bagi transparansi dan akuntabilitas pengambil kebijakan juga perlu dibudayakan.
KESIMPULAN
Akhirnya dari berbagai permasalahan yang kita hadapi sekarang Bangsa Indonesia dituntu untuk dapat memanfaatkan terbukanya pasar. Kita harus bekerja sama meningkatkan produktivitas nasional.
Indonesia perlu membangun perdebatan substantif dan konstruktif mengenai ACFTA yang sampai sekarang belum kita rasakan dalam ruang-ruang media publik, Menyampaikan kepada khalayak masyarakat yang belum mengetahui peluang dan ancaman ACFTA bagi produk-produk Indonesia. Membangun strategi Country origin (COO) melalui promosi pemakaian produk dalam negeri yang juga harus diimbangi pembenahan fundamental perekonomian nasional. Semua hal itu akan sulit dilakukan jika tidak ada stabilitas makroekonomi dan politik di Indonesia.
ACFTA bisa menjadi momentum bersama antara pemerintah DPR untuk duduk kembali dan menyusun langkah-langkah strategis sebelum rakyat menjerit, semua anak bangsa Indonesia perlu melakukan rekonsialiasi nasional dalam menghadapi ACFTA. Kalau hal ini tidak dilakukan , dikhawatirkan semuanya akan terlambat dan kita akan menyaksikan masyarakat Indonesia hanya menjadi konsumen dari berbagai produk yan dibuat bukan oleh tenaga kerja kita sendiri. Besar harapan akademisi agar para pengambil kebijakan dan DPR secara serius melihat urgensi persoalan liberalisasi perdagangan yang dapat membahayakan ketahanan ekonomi nasional Indonesia.
=================
Setelah membaca tulisan diatas, anda tentu sudah mulai paham maksud dari intro tulisan ini. walaupun anda dan saya tidak mengenal secara dekat dengan penulis, tetapi dari jabatan yang dimilikinya tentu saja kita tahu bahwa beliau ini memiliki pendapat yang cenderung untuk membela pemerintahan SBY-Boediono, mungkin saja karena kedekatan secara personal ataupun kedekatan secara institusi. Hal ini tidak perlu dibahas, karena memang tidak perlu dibahas, tetapi anda cukup tahu saja, bahwa hal yang disampaikan oleh seorang akademisi sekalipun dan ditamengi oleh gelar Phd yang melekat dinamanya, belum tentulah pendapat yang disampaikan tersebut memiliki posisi netral yang berusaha melihat kondisi dari sisi akademis.
SARAN
Pada alinea pertama dan kedua, penulis mencoba menyampaikan fakta yang ada, yang terjadi sehubungan dengan dilaksanakannya ACFTA. Hal ini tentu saja dapat diterima oleh semua pihak, karena yang disampaikan adalah fakta yang terjadi.
Pada alinea ketiga dan keempat, walaupun masih mengungkapkan fakta yang ada, tetapi sudah mulai berusaha untuk mengiring pendapat masyarakat, walaupun tidak secara jelas memberikan cap sebagai yang salah pihak yang mana, tetapi jika dibaca secara utuh sampai akhir tulisan, nampak jelas bahwa penulis menghimbau agar para anggota DPR, terutama para anggota pansus untuk segera menghentikan usahanya untuk membuktikan kesalahan Sri Mulyani dan Boediono, yang mungkin saja berakhir dengan Impeachment terhadap keduanya bahkan dapat saja menyeret-nyeret SBY, presiden negeri ini.
Sistemik karena ketidaksiapan liberalisasi perdagangan ACFTA akan berdampak luas dan riil di masyarakat. Sejumlah persoalan bisa muncul akibat tidak (layak) bersaingnya produk-produk dalam negeri seperti penutupan perusahaan, pengangguran, kemiskinan.
SUMBER : WWW.GOOGLE.COM, WWW.WIKIPEDIA.COM , WWW.SEPUTAR INDONESIA.COM, WWW.ZIMBIO.COM